PELETAKAN TITIK DAN HARAKAT

Bangsa Arab mengadopsi titik dan harakat dari bangsa Suryani, seiring perubahan zaman bangsa Arab mengubah tanda-tanda itu dan menambahinya. Sayyidina Ali dan Abul Aswad Ad duali radliallohu anhuma termasuk orang pertama yang mempunyai ide itu, mereka menuliskan titik satu di atas huruf sebagai harakat fathah, titik satu ditengah huruf sebagai harakat dhommah, titik satu dibawah huruf sebagai harakat kasroh, meletakkan titik ganda sebagai tanwin sedangkan untuk membedakan titik harakat dan titik huruf digunakanlah warna tinta yang berbeda.
Metode penulisan ini dirasa sulit oleh umumnya Bangsa Arab sehingga di abad kedua hijriyah mereka mengganti titik harakat dengan harakat seperti zaman kita saat ini, qoul masyhur menyatakan : peletakan tanda titik dimulai pada zaman Malik bin Marwan. Saat pembuatan buku mulai populer di Irak, Al Hajjaj memerintahkan ahli tulisnya dan mengajak Khalifah untuk membuat tanda baca kemudian ia mengajak nasr bin aashim dan yahya bin ya’mur (keduanya adalah murid Abul Aswad Ad duali), awalnya kedua murid abul aswad ad duali itu merasa berdosa untuk memenuhi ajakan itu, lama kemudian keduanya membolehkan peletakan titik tersebut maka berlakulah kaidah “ huruf tsunaiyyah (huruf yang bentuknya sama) di beri tanda titik satu sedangkan satunya lagi dibiarkan apa adanya”.
Oleh karena itu huruf sin dibiarkan tanpa titik seperti biasanya sedangkan huruf syin di beri tanda titik tiga, karena syin punya tiga gigi yang apabila cuma di tandai dengan titik satu akan serupa dengan nun dan menimbulkan anggapan bahwa meletakkan titik pada huruf ba` dan ta` tentunya lebih mudah. Adapun huruf ba`, ta`, tsa`, nun dan ya` tidak sepi dari titik sama sekali karena jika tiga dari huruf – huruf itu berkumpul akan menyerupai huruf sin dan syin, berbeda dengan huruf jim, kha dan kho’, karenanya huruf kha tidak dititik sama sekali. Untuk huruf fa` dan qof secara qiyas seharusnya di biarkan tanpa titik akan tetapi orang – orang timur telah menandai huruf fa` dengan titik satu dan huruf qaf dengan titik dua. Proses peletakan titik ini membentuk urutan huruf hijaiyah menjadi alif, ba`, jim, dal, ha`, wawu, zay dst karena memegang teguh urutan huruf berdasar tradisi.
Oleh karena itu huruf sin dibiarkan tanpa titik seperti biasanya sedangkan huruf syin di beri tanda titik tiga, karena syin punya tiga gigi yang apabila cuma di tandai dengan titik satu akan serupa dengan nun dan menimbulkan anggapan bahwa meletakkan titik pada huruf ba` dan ta` tentunya lebih mudah. Adapun huruf ba`, ta`, tsa`, nun dan ya` tidak sepi dari titik sama sekali karena jika tiga dari huruf – huruf itu berkumpul akan menyerupai huruf sin dan syin, berbeda dengan huruf jim, kha dan kho’, karenanya huruf kha tidak dititik sama sekali. Untuk huruf fa` dan qof secara qiyas seharusnya di biarkan tanpa titik akan tetapi orang – orang timur telah menandai huruf fa` dengan titik satu dan huruf qaf dengan titik dua. Proses peletakan titik ini membentuk urutan huruf hijaiyah menjadi alif, ba`, jim, dal, ha`, wawu, zay dst karena memegang teguh urutan huruf berdasar tradisi.
Mengharakati seluruh huruf saat menulis termasuk hal yang berat, karena itu Ulama dahulu mengharakati huruf yang dianggap penting saja, kemudian mereka membuat kaidah-kaidah tentang itu, diantara kaidah yang sangat penting adalah:
1. “Mengharakati ketika khawatir terjadi keserupaan kata” , karenanya apabila mengharakati satu huruf telah meniadakan keserupaan maka huruf yang lain tidak boleh diharakati, jika mengharakati dua huruf meniadikan keserupaan maka tidak boleh mengharakati tiga huruf. Contoh : imtahana (dia telah menguji) dibiarkan tanpa harakat karena asalnya memang begitu, boleh diharakati satu huruf atau dua huruf sesuai makna yang dikehendaki menjadi umtuhina (dia telah diuji), amtahinu (saya sedang menguji), umtahanu (saya sedang diuji) atau imtahin (ujilah olehmu).
2. Jika dengan harakat satu huruf keserupaan telah tiada secara berimbang maka yang diharakati adalah huruf yang pertama, contoh : astakhriju (saya sedang ingin keluar) dan ustakhroju (saya sedang ingin dikeluarkan).
3. Huruf pertama isim apabila berharakat fathah maka huruf pertama isim itu tidak diharakati karena asalnya memang begitu misal saja jakfarun, sabu’un dll.
Jika huruf awal isim itu berharakat dlommah atau kasroh huruf itu saja yang diharakati misal saja
Jika huruf yang kedua dari isim berharakat sukun maka tidak diharakati karena asalnya memang begitu contoh : jakfarun dan qirdun, jika huruf yang kedua dari isim itu berharakat maka diharakti misal saja sabu’un dan thalabun.
4. Ain fiil wazan maf’ilun dan maf’ilun diharakati untuk menunjukan asal fiilnya misal saja mandzorun dan manbitun, kecuali jika huruf akhirnya adalah huruf illat maka tidak diharakati misal maghzan dan malhan.
5. Isim alam baik arab maupun non arab diharakati seluruhnya hingga sesuai pengucapan aslinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar